Soon! Aamiin:)

Soon! Aamiin:)
Bismillah :)

Tuesday, 12 February 2013

PROSES PELILINAN (WAXING) PADA PRODUK HORTIKULTURA


PROSES PELILINAN (WAXING) PADA PRODUK HORTIKULTURA

Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen) yang disebabkan oleh beberapa hal seperti terjadinya respirasi yang berhubungan dengan pengambilan unsur oksigen dan pengeluaran karbondioksida (respirasi), serta penguapan uap air dari dalam produk tersebut yang dikenal sebagai transpirasi.
Menurut Winarno (1988), pelapisan lilin (Waxing) merupakan teknik penundaan kematangan dengan tujuan untuk mengambat sirkulasi udara dan menghambat kelayuan sehingga produk yang disimpan tidak cepat kehilangan berat karena adanya proses transpirasi.
TEKNIK PELILINAN
Pelapisan dengan lilin pada buah dan sayuran telah dilakukan sejak tahun 1920. Dimana bahan dari lilin tersebut terbuat bukan dari proses kimiawi melainkan dari bahan alami seperti Carnauba Wax, daun Palem Brasil, Candellia Wax, dari tanaman sejenis Euphorbia, Shellac jenis food grade yang diperoleh dari sejenis kumbang di India dan Pakistan.
Menurut Pantastico (1996), pelilinan dapat mencegah kehilangan air 30 – 50 % dari kondisi umum. Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan terlalu tipis maka usaha dalam menghambatkan respirasi dan transpirasi kurang efektifDengan konsentrasi lilin yang semakin tinggi menutupi permukaan buah maka kehilangan air akibat transpirasi dapat dicegah sehingga persentase susut bobot kecil. Semakin tinggi konsentrasi lilin mengakibatkan semakin kecilnya rongga udara sehingga proses respirasi dan oksidasi semakin lambat dan proses degradasi klorofil terhambat, dengan demikian perubahan warna buah semakin lambat.
Berikut ini adalah konsentrasi emulsi lilin optimal pada beberapa komoditas hortikultura yang diberikan pada tabel sebagai berikut :
Tabel Konsentrasi emulsi lilin optimal pada beberapa komoditas hortikultura
Komoditas
Konsentasi lilin optimal (%)
AlpukatApel
Cabe
Jeruk
Kentang
Mangga Alphonso
Nanas
Pepaya
Pisang Raja
Wortel
48
12
12
12
6
6
6
9
12
Sumber : Balai Hortikultura

Berikut ini adalah komposisi dasar emulsi lilin 12 % yang diberikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2. Komposisi dasar emulsi lilin 12%
Bahan Dasar
Komposisi
Lilin lebah
Trietanolamin
Asam oleat
Air panas
120 gram
40 gram
20 gram
820 gram
Sumber : Balai Hortikultura, 2002
Cara Pelapisan lilin untuk buah-buahan
Setelah buah dipanen, buah disortir dengan baik dengan kematangan yang seragam, kemudian buah dicuci dengan air bersih, dibersihkan dengan cara disikat untuk membuang segala kotoran yang menempel pada kulitnya dimana tentu proses ini akan menghilangkan lapisan lilin natural tersebut dan ditiriskan. Kemudian buah dicelupkan ke dalam larutan lilin benlate dengan konsentrasi tertentu selama 1 menit, lalu ditiriskan kembali. Selanjutnya buah dicelupkan kedalam emulsi lilin selama 30 detik, ditiriskan dan diangin-anginkan agar cepat kering dan pelapisan merata. Lilin yang digunakan untuk memoles sekitar setengah kilogram dan dapat digunakan untuk memoles sampai sekitar 160.000 buah atau sekitar 2 tetes lilin sudah cukup untuk melapisi 1 buah.

DAFTAR PUSTAKA
Bennet, V.B., Eipeson, W.E. and Singh, N.S., 1991. Wax Emultion for Fresh Fruits and Vegetables to Extend Their Storage Life. Ind. Fd. Packer 25 (5).
Eckert, J.Q., 1996.  Penyakit Tanaman Budidaya Tropika dan Cara-cara
Pengendaliannya, dalam Pantastico (Ed), Fisiologi Pasca Panen. Gadjah
Mada University Press.Yogyakarta.

Iznaga, F.A., 1978. Harvesting and Marketing.Escoagroservice Bull. No. 15, 23.

Winarno, F.G. 1988. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta

“PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI PATI SINGKONG”



 “PEMBUATAN EDIBLE FILM  DARI PATI SINGKONG”


Perkembangan teknologi pangan yang pesat menimbulkan berbagai produk pangan yang baru. Kemasan yang sering digunakan untuk produk pangan adalah plastik. Namun demikian, plastik ini bersifat non biodegradable sehingga limbah dari plastik ini dapat mencemari lingkungan. Seiring dengan kesadaran manusia akan hal ini, dikembangkanlah jenis kemasan dari bahan organic. Salah satu jenis kemasan yang bersifat ramah lingkungan adalah kemasan edible (edible packaging).
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak dan zat terlarut) (Krochta, 1992).
Edible film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan.
Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film. Pati singkong sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui, dan memberikan karakteristik fisik yang baik (Bourtoom, 2007).

BAHAN YANG DIPERLUKAN DALAM PEMBUATAN EDIBLE FILM
Komponen penyusun edible film dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu;
a.       Hidrokoloid
Hidrokoloid yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah protein atau karbohidrat. Pati yang dimodifikasi secara kimia merupakan polisakarida untuk bahan dasar edible film dapat dimanfaatkan untuk mengatur udara sekitarnya dan memberikan kekentalan pada larutan edible film.
b.      Lipida
Film yang berasal dari lipida sering digunakan seagai penghambat uap air, atau bahan pelapis untuk meningkatkan kilap pada produk-produk kembang gula. Lipida yang sering digunkan sebagai edible film antara lain lilin (wax) seperti parafin dan carnauba, kemudian asam lemak, monogliserida, dan resin (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006).
c.       Komposit
Komposit film terdiri dari komponen lipida dan hidrokoloid. Lipida dapat meningkatkan ketahanan terhadap penguapan air dan hidrokoloid dapat memberikan daya tahan.

METODA PEMBUATAN EDIBLE FILM BERBASIS PATI SINGKONG

Metode casting merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk membuat film. Pada metode ini protein atau polisakarida didispersikan pada campuran air dan plasticizer, yang kemudian diaduk. Setelah pengadukan dilakukan pengaturan pH, lalu sesegera mungkin campuran tadi dipanaskan dalam beberapa waktu dan dituangkan pada casting plate. Setelah dituangkan kemudian dibiarkan mengering dengan sendirinya pada kondisi lingkungan dan waktu tertentu. Film yang telah mengering dilepaskan dari cetakan (casting plate) dan kemudian dilakukan pengujian terhadap karakteristik yang dihasilkan. (Lee dan Wan, 2006 dalam Hui, 2006).


DAFTAR PUSTAKA
Bourtoom, T. 2007. Effect of Some Process Parameters on The Properties of Edible
Film Prepared From Starch. Department of Material Product Technology,
Songkhala. (on line) Avaliable at: http://vishnu.sut.ac.th/iat/food_innovation/
up/rice%20starch%20film.doc

Hui, Y. H. 2006, Handbook of Food Science, Technology, and, Engineering Volume
I. CRC Press, USA

Krochta, J. M., E. A. Baldwin, dan M. O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coating
and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Company, New
York, NY.

Pati Singkong Termodifikasi


Pati Singkong Termodifikasi


1.      Singkong
Singkong (Manihot esculenta Crantz) termasuk famili Euphorbiaceae yang umbinya dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Di Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras dan jagung. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, umbi-umbian (Jane, 1995; Koswara, 2006).
Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak Umumnya pati mengandung 15–30% amilosa, 70–85% amilopektin dan 5–10% material antara. Kebanyakan pati alami tidak tahan pada pemanasan suhu tinggi, tidak tahan pada kondisi asam, tidak tahan proses mekanis dan kelarutan pati yang terbatas di dalam air.

2.      Pati Singkong
Pati singkong adalah pati yang didapatkan dari umbi. Pati yang diperoleh dari ekstraksi umbi singkong ini akan memberikan warna putih jika diekstraksi secara benar. Pati singkong memiliki granula dengan ukuran 5-35 μm dengan rata-rata ukurannya di atas 17 μm (Samsuri, 2008).
Gel pati alami mudah mengalami sineresis (pemisahan air dari struktur gelnya) akibat terjadinya retrogradasi pati, terutama selama penyimpanan dingin. Sineresis ini akan menjadi masalah apabila pati alami digunakan pada produk pangan yang harus disimpan pada suhu rendah (pendinginan/pembekuan).

3.      Pati Termodifikasi
Pati termodifikasi adalah pati yang gugus OH-nya telah mengalami perubahan reaksi kimia (Munawaroh, 1998). Modifikasi pati dapat dilakukan dengan cara memotong struktur molekul, menyusun kembali struktur molekul, oksidasi, atau melakukan substitusi gugus kimia pada molekul pati (Wurzburg 1989).
Modifikasi tapioka sudah banyak dilakukan dengan berbagai metode, seperti asilasi pati dengan asam propionat dicampur dengan poliester poliuretan untuk dijadikan film (Santayonan dan Wootthikanokkhan 2003), hidrolisis dengan HCl untuk memperoleh tingkat kristal yang tinggi (Atichokudomchai et al. 2001, 2002), hidrolisis dengan HCl dan reaksi silang dengan natrium trimetafosfat untuk pembuatan tablet (Atichokudomchai dan Varavinit 2003), serta pati termodifikasi (seperti flomax 8) untuk dijadikan matriks (National Starch 2005). 

Tabel Beberapa Jenis Pati Modifikasi pada Industri Makanan
No.
Pati Termodifikasi
Sifat Umum
Contoh Penggunaan
1.
Pregelatinisasi
Larut dalam air dingin
Campuran cake, makanan ringan

2.
Cross linked
Menunda pengentalan, Stabil pada range pH yang besar dan suhu tinggi
Pengisi pie, soup, saus, makanan beku
3.
Bleached
-          Oxidized
-          Pemutihan warna
-          Sterilisasi

4.
Converted starch
Thin bolling
Dextrins
Oxidized
-          Dry roasted
-          Creaminess
-          Short body
-          Jellies
-          Lemmon cord
-          Pastilles
5.
Stabilized
-          Menahan retrogradasi dan
-          Stabil pada suhu rendah
-        Makanan kaleng
-        Makanan beku
Sumber : Andriani (2000)

 
DAFTAR PUSTAKA
Atichokudomchai, N., S. Shonbsngob, P. Chinachoti, and S. Varavinit. 2001. A Study Of Some Physicochemical Properties Of Highcrystalline Tapioca Starch. Starch/Starke 53: 577−581

Jane, J.. 1995. Starch Properties, Modifications, and Application, Journal of Macromolecular Science. Part A.32:4,751-757.

Khatijah, I. 2000. Effect of Reaction pH and Concentration of Phosphorus Oxychloride on Cross-linking of Tapioca Starch (abstract). J. Trop. Agric. Food Sci. 28: 95−100.

Koswara. 2006. Teknologi Modifikasi Pati. Ebook Pangan.
National Starch. 2005. Esterified Starch Specification. www.universal_starch.com. [24 Agustus 2009].

Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches. Properties and Uses. CRC Press, Boca Raton, Florida.